Beberapa kali bersilaturahmi ke para perajin buku, ada satu pesan yang dengan mudah saya tangkap. Pesannya jelas: dunia buku lagi lesu. Persoalan paling sederhananya, serapan buku di pasar tak lagi lancar.
Ada apa? Berdasarkan pengamatan sekilas, boleh jadi perbukuan sekarang terkena imbas krisis dunia. BBM memang turun. Tapi, apakah harga barang-barang otomatis turun? Ini jika kita melihat keluar.
Jika kita melihat ke dalam, aroma ‘kelesuan’ tersebut sudah lama tercium. Pertama, buku-buku yang terbit temanya hampir sama atau bahkan sama persis. Ini jelas tidak menguntungkan, baik bagi pembaca maupun penerbit. Kedua, dari segi penampilan kurang berkarakter. Banyak kaver yang konsepnya hanya mengamati, meniru, dan lebih suka meniru. Ketiga, belum ada perluasan pasar. Banjir buku di agen sering kali memaksa mereka untuk mengirim banjir return ke penerbit.
Nah, dalam kondisi seperti ini banyak penerbit yang menggunakan jurus mujahadah. Yakni mencurahkan segenap tenaga untuk bisa bertahan. Syukur-syukur bisa menyerang dan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Seperti pada krisis tahun 2007.
Lebih dari itu, sebenarnya ada hal yang lebih mendasar. Kebenaran harus tetap disuarakan. Seni menjemput rezeki itu soal tersendiri. Lapang-sempitnya rezeki itu sudah pasti. Dan dunia perbukuan adalah salah satu maisyah yang telah Allah bagikan kepada makhluk-Nya. Maka, doa dan ikhtiar yang optimal adalah solusi.
No comments:
Post a Comment