Total Pageviews

Search This Blog

Friday, March 9, 2018

Khutbah Jumat: Tiga Ciri Orang yang Dicintai Allah



Khutbah Pertama:
الحمد لله الذي أصلحَ الضمائرَ، ونقّى السرائرَ، فهدى القلبَ الحائرَ إلى طريقِ أولي البصائرِ، وأشهدُ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أن سيِّدَنا ونبينا محمداً عبدُ اللهِ ورسولُه، أنقى العالمينَ سريرةً وأزكاهم سيرةً، (وعلى آله وصحبِه ومَنْ سارَ على هديهِ إلى يومِ الدينِ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah sidang Jum’at rahimakumullah.
Marilah kita meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah ta’ala. Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, dengan senantiasa mengingat Allah dalam banyak kesempatan.
Jamaah sidang Jum’at rahimakumullah
Di dalam sebuah hadits yang shahih diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ

“Siapa yang memusuhi wali-Ku maka telah Aku umumkan perang terhadapnya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai kecuali beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah diluar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya. Dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.” (Riwayat Bukhari).

Hadits ini menunjukkan kecintaan Allah ta’ala kepada hamba-Nya. Lantas bagaimana Allah mencintai hamba-Nya? Adakalanya, seseorang sering melakukan kemaksiatan, namun rezekinya lapang. Ia lalu beranggapan bahwa Allah tidak murka kepadanya, Allah tidak marah kepadanya. Allah masih mencintainya karena Allah masih melapangkan rezekinya.

Al-Hakim dalam Mustadraknya yang disetujui oleh Imam Adz-dzahabi akan kesahihannya, menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة
“Sesungguhnya Allah ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam perkara akhirat”.
Orang seperti itu mirip dengan orang kafir yang Allah sebut dalam surat Ar-Rum:
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Ar-Rum: 7)
Jamaah sidang Jum’at rahimakumullah
Lantas apa ciri-ciri orang yang dicintai Allah?

Pertama, dia dibimbing oleh Allah. Ketika Allah mencintai seorang hamba, maka hamba tersebut akan berada dalam tuntunan Allah Ta’ala. Allah arahkan dia dalam kebaikan. Allah tidak ridho langkahnya menuju hal yang dibenci Allah. Allah tidak ridho matanya melihat apa yang dibenci oleh Allah. Allah tidak ridha pendengarannya mendengar apa yang dibenci Allah ta’ala.

Dia tidak maksum. Dosa adalah sebuah keniscayaan, tetapi orang yang dicintai oleh Allah ketika melakukan perbuatan dosa, Allah segera mengarahkannya pada kebaikan. Allah akan membimbingnya untuk mudah sadar dan kembali kepada-Nya dengan bertobat.

Lihatlah Bagaimana Allah ta’ala menjaga sahabat Ma’iz radiallahu anhu, sahabat yang dia datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Ia mengatakan, “Ya Rasulullah sucikan aku!” Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menanyakan kepada para sahabat apakah sahabat Maiz sudah gila? Para sahabat mengatakan, “Tidak wahai Rasulullah! Sesungguhnya dia dalam keadaan waras.”

Ma’iz disuruh pulang, namun hari berikutnya datang kembali kepada Rasulullah seraya mengatakan “Ya Rasulullah, sucikan aku.” Ia berkata begitu karena telah melakukan perbuatan zina. Rasulullah masih belum yakin dan memastikan apakah ia berbicara secara sadar.

Setelah tiga kali datang dan dipastikan, maka Ma’iz dihukum rajam. Setelah kematiannya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
 “Maiz betul-betul telah bertaubat yang sempurna. Seandainya taubat Maiz dapat dibagi-bagikan di tengah-tengah ummat niscaya mencukupi buat mereka”.
Jadi, ciri pertama adalah dibimbing oleh Allah pada kebaikan. Ketika berbuat dosa, ia tidak kebablasan, tetapi dibimbing untuk sadar dan bertobat kepada-Nya.

Jamaah sidang Jum’at rahimakumullah 

Kedua, Allah akan mengumpulkannya dengan orang yang mencintai dirinya karena Allah dan dia mencintai mereka karena Allah Ta’ala.
Cinta karena Allah Ta’ala adalah faktor yang menyebabkan kecintaan Allah kepada seseorang. Oleh karena itu hati yang dipadu cinta bersama saudaranya karena Allah Ta’ala, akan mudah melekat. Seiring dengan berjalannya waktu dia akan tetap melekat. Berbeda dengan kecintaan yang dibangun bukan atas dasar Allah ta’ala. Oleh karena itu dalam sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh imam muslim Rasulullah bersabda:

أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْمُوَالَاةُ فِي اللهِ وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah loyalitas karena Allah dan antipati karena Allah, serta cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ath-Thabarani)

Contoh dalam masalah ini adalah Saad bin Muadz Radiallahu anhu. Ibnu Al Jauzi mengisahkan ketika Saad bin Muadz sedang menderita sakit, maka beliau menangis karena melihat banyak temannya yang dekat dengan dirinya tidak menjenguk, sehingga kemudian dia bertanya kepada pembantunya, “Ada apa dengan teman-temanku ini? kenapa mereka tidak menjengukku?”

Maka pembantunya diminta untuk mencari sebabnya. Kemudian diketahui bahwa mereka tidak menjenguk Saad bin Muadz Karena mereka malu akibat memiliki hutang kepadanya. Maka Saad bin Muadz mengatakan, “Sungguh dunia telah memisahkan antara diriku dan para sahabatku yang membangun cinta karena Allah Ta’ala.”

Saat kemudian memerintahkan pembantunya untuk mengumpulkan kantong sebanyak orang yang berhutang kepadanya, kemudian kantong itu diisi dinar dan dirham. Kantong-kantong itu kemudian dibagikan kepada orang yang berhutang kepadanya dan dia mengatakan semua utang mereka bebas karena Allah Ta’ala.

Jamaah sidang Jum’at rahimakumullah

Kecintaan karena Allah Ta’ala tidak akan pudar dan sesungguhnya kecintaan kepada Allah Ta’ala akan menyebabkan kecintaan dari Allah Azza wa Jalla.

Ketiga, diberi ujian oleh Allah.
Jangan memandang ujian sebagai hal yang negatif, karena ada di antara ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya itu baik untuk dirinya. Ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya merupakan bagian dari cara Allah menunjukkan rasa cintanya.
Oleh karena itu Ibnu Qayyim menyebutkan sesungguhnya dari sifat Allah adalah cinta dan cemburu. Allah cemburu jika hambanya sibuk jangan dunia sehingga fokusnya hanya pada dunia saja, dan lupa kepada Allah ta’ala. Kecemburuan Allah ini ditunjukkan dengan Allah memberikan ujian kepada-Nya, agar dia tahu ke mana dia pulang.

Dalam hal ini, para Nabi adalah orang-orang yang paling dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala karena mereka diberikan banyak ujian oleh Allah ta’ala. Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam telah menyatakan kepada para sahabat bahwa beliau adalah orang yang paling besar ujiannya di antara mereka.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 

Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Jamaah sidang Jum’at rahimakumullah
Di khutbah kedua ini, marilah kita berdoa kepada Allah, agar selalu diberi kesadaran atas setiap dosa, sehingga kita menjadi orang yang bersegera untuk bertobat kepada-Nya. Semoga kita didekatkan dengan orang-orang yang saleh dan berteman dengan mereka, sehingga kita kelak dibangkitkan bersama mereka. Dan semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk sabar menghadapi setiap ujian, sehingga kita tetap di jalan-Nya dan menjadi orang-orang yang dicintai-Nya.


إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَاناً صَادِقاً ذَاكِراً، وَقَلْباً خَاشِعاً مُنِيْباً، وَعَمَلاً صَالِحاً زَاكِياً، وَعِلْماً نَافِعاً رَافِعاً، وَإِيْمَاناً رَاسِخاً ثَابِتاً، وَيَقِيْناً صَادِقاً خَالِصاً، وَرِزْقاً حَلاَلاً طَيِّباً وَاسِعاً، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجمع كلمتهم عَلَى الحق، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظالمين، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعَبادك أجمعين.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ :
(( إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ))


Wednesday, March 7, 2018

DIKEJAR REZEKI DARI SEDEKAH

Bagaimana agar kita dikejar rezeki dari sedekah? Adakah cara yang praktis untuk dilakukan?
Simak video berikut ini sampai selesai.



Saturday, March 3, 2018

MALAM PERTAMA DI ALAM KUBUR


Bayangkan wahai saudaraku tercinta. Ketika anak-anak dan orang-orang yang engkau cintai meletakkanmu di dalam kubur. Menutupimu rapat-rapat. Lalu mereka mereka semua meninggalkanmu sendirian. Kemudian engkau mendengar suara terompah mereka. Mereka pergi dan meninggalkanmu. Mereka menguburmu di dalam tanah. Mereka meninggalkanmu dalam suasana yang menakutkan dan mengerikan. Gelap-gulita. Jika engkau mengeluarkan tanganmu, niscaya engkau tidak akan dapat melihatnya. Kegelapan yang menakutkan. Kegelapan yang mematikan. Suasan yang mengerikan.
Dalam suasana yang mengerikan dan menakutkan ini, dalam kegelapan yang menakutkan ini, engkau mendengar seseorang mengajakmu bicara. Alangkah menakutkan! Dialah kubur. Jika penghuni kubur itu baik maka ia berkata kepadanya, “Selamat datang.” Sebaliknya, bila penghuninya orang durhaka, maka ia berkata kepadanya, “Tidak ada ucapan selamat datang bagimu.”
Rasulullah saw. pernah masuk ketempat shalatnya. Kemudian beliau melihat orang-orang tertawa terbahak-bahak. Lalu beliau bersabda, “Ketahuilah, seandainya kalian banyak-banyak mengingat pemutus segala kenikmatan (kematian) niscaya kalian tidak melakukan yang aku lihat sekarang ini. Karena itu perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan.
Sesungguhnya tidaklah ada suatu hari melewati makam (pekuburan) melainkan ia berbicara, ‘Aku rumah keterasingan, aku rumah kesendirian, aku rumah tanah, aku rumah cacing tanah.’ Bila seorang hamba mukmin dikuburkan, kubur berkata kepadanya, ‘Selamat datang, engkau adalah orang yang berjalan di atas punggungku yang paling aku sukai, karena saat ini aku diberi kuasa menanganimu dan engkau kembali kepadaku. Engkau akan melihat apa yang akan aku lakukan kepadamu.’”
Rasulullah saw. melanjutkan, “Lalu diluaskan baginya sejauh mata memandang dan dibukakan baginya pintu menuju surga. Dan bila seorang hamba yang durhaka atau kafir dikubur, kubur berkata kepadanya, ‘Tidak ada ucapan selamat datang bagimu. Engkau adalah orang yang melintas di atas punggungku yang paling aku benci. Saat ini aku diberi kuasa menanganimu dan engkau kembali kepadaku, engkau akan mengetahui apa yang akan aku lakukan kepadamu.’
“Lalu kubur menghimpitnya hingga hingga tulang-tulangnya tak karu-karuan (amburadul).” Rasulullah memperagakan dengan memasukkan sebagian jari-jemarinya ke sebagian yang lain.”
“Allah menguasakan untuknya tujuh puluh ular besar. Seandainya satu diantaranya meniup bumi nicaya ia tidak akan bisa menumbuhkan apa pun selama dunia masih ada, lalu semua menggigit dan melukainya hingga datangnya hari perhitungan amal (hisab).”
Selanjutnya, Abu Sa'id berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kubur adalah salah satu taman surga atau lubang neraka.”[1]
Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ meriwayatkan dari Ubaid bin Umair, ia berkata, “Allah menciptakan sebuah lisan bagi kubur untuk bicara. Lalu kubur berkata, ‘Wahai anak Adam, mengapa engkau melupakan aku?! Tidakkah engkau tahu bahwa aku adalah rumah cacing tanah, rumah kesendirian dan rumah keterasingan?!’”
Ibnul Mubarak meriwayatkan “Telah sampai kepadaku ketika seorang mukmin meninggal dunia dan di bawa ke kuburan, maka ia berkata, ‘Bersegeralah membawaku ke kuburan.’ Ketika ia diletakkan ke dalam liang lahad, bumi berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku suka engkau berada di atas punggungku. Sekarang engkau adalah orang yang paling aku sukai.” Dan ketika seorang kafir meninggal dunia dan dibawa ke kuburan, maka ia berkata, “Bawalah aku pulang kembali.” Lalu ketika ia dimasukkan ke dalam liang lahad, bumi berkata kepadanya, “Sungguh aku sangat membencimu berada di atas punggungku. Maka sekarang engkau adalah orang yang paling aku benci.” [2]
Ia juga berkata, “Telah sampai kepadaku berita bahwa mayit itu diletakkan di dalam lubang kuburnya. Ia mendengar langkah kaki orang-orang yang mengiring jenazahnya. Tidak ada sesuatupun yang dikatakan di awal penguburannya. Lalu ia berkata, ‘Celakalah engkau wahai anak adam! Tidakkah engkau takut kepadaku?! Tidakkah engkau takut pada kesempitanku?! Tidakkah engkau takut pada kegelapanku?! Tidakkah engkau takut pada kebusukan aromaku?! Tidakkah engkau takut pada kengerianku?! Inilah yang telah aku persiapkan untukmu. Lantas, apa yang engkau persiapkan untukku?!’”[3]
Saudaraku tercinta. Bacalah semua ini dengan mata hatimu. Perhatikanlah semua ini. Persiapkan semua itu mulai sekarang. Karena sesungguhnya kematian pasti datang. Tidak ada keraguan sedikit pun. Adapun orang beruntung adalah orang yang mau menerima nasihat dari orang lain.

Klik: 

[1] HR Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang diperselisihkan para ulama. Lihat Dha’iful Jami’: 1231.
[2] Sanadnya shahih dalam Zawa’id Az-Zuhdi karya Nu’aim dari Usaid bin Abdurrahman ra.
[3] Ibnul Mubarak meriwayatkannya dalam Zawa’id Az-Zuhdi.

Monday, February 26, 2018

Rahasia Kemenangan Umat Islam


Bismillahirrahmaanirrahiim. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya memuji, meminta pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Saya juga berlindung kepada-Nya dari kejelekan diri dan keburukan amal. Siapa yang diberi petunjuk Allah, maka tak seorang pun yang dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkan Allah, tak seorang pun yang mampu memberinya petunjuk. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan atas Rasulullah, keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau hingga hari kiamat.
Ada fenomena aneh namun sudah jamak yang diam-diam saya perhatikan puluhan tahun belakangan ini. Setiap shalat berjamaah di masjid, saya memperhatikan jumlah jamaah yang shalat. Tentu yang paling banyak adalah jamaah shalat Jumat. Kemudian disusul dengan jamaah shalat Dzuhur, Ashar, dan Magrib karena memang bertepatan dengan waktu manusia bekerja dan dalam keadaan terjaga. Selanjutnya, jamaah akan berkurang sedikit pada shalat Isya. Adapun jumlah jamaah yang paling sedikit adalah ketika shalat Subuh.
Kondisi memprihatinkan tersebut tidak hanya penulis temukan di satu tempat, tetapi hampir merata di seantero nusantara. Lalu, apa sebabnya? Mengapa banyak orang yang tidak shalat Subuh berjamaah di masjid? Mengapa sedikit sekali yang mendirikannya tepat pada waktunya? Kenapa mereka meremehkannya? Bagaimana memotivasi mereka agar istiqamah mendirikan shalat Subuh berjamah?
Pertanyan-pertanyaat tersebut selalu menggelayuti pikiran saya. Khususnya setiap Subuh ketika melihat banyak orang yang tidak hadir di masjid. Sedang apa mereka? Apa yang menghalangi mereka sampai tidak shalat Subuh berjamaah di masjid?
Padahal, keutamaan shalat Subuh tidak kalah dengan shalat lainnya, bahkan paling banyak. Pahala yang dijanjikan Allah dalam shalat Subuh pun begitu besar. Shalat Subuh mempunyai kekuatan dan dampak yang sangat luar biasa. Shalat Subuh bisa menjadi spirit kebangkitan dan kemenangan umat Islam. Karena melalui shalat Subuh kita diajarkan arti kedisiplinan, ketakwaan, keikhlasan, kesungguhan, dan tidak bermalas-malasan. Jika nilai-nilai tersebut mampu kita tanamkan dalam diri, maka umat Islam akan menjadi umat yang kuat sehingga kemenangan dan kejayaan yang kita cita-citakan akan dapat kita raih.
Buku Berkah Shalat Subuh Berjamaah sengaja saya tulis untuk memaparkan tentang spirit shalat Subuh berjamaah dengan meraih berkah yang terkandung di dalamnya. Harapannya, semoga pembaca dapat mengambil hikmah dari setiap untain kata yang tertuang dalam buku ini. Terakhir, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi amal jariyah bagi penulis.
Ceramahnya klik: http://bit.ly/2sSyFaN


Tuesday, February 20, 2018

Seminar Agar Shalat Tak Sia-Sia di 100 Kota

Alhamdulillah, bulan April ini saya sudah mengisi seminar Agar Shalat Tak Sia-Sia di SUMUT-Aceh. Berikut ini di antara tempatnya:

1.Masjid Darul Ihsan, Hamparan Perak
2.Masjid Al-Jihad, Pematang Siantar
3.Masjid Sunnah Al-Muttaqin, Amplas
4.Tebing Tinggi
5.Padang Sidempuan
6.Masjid Muslimin Medan
7.Masjid An Nur, Binjai
8.Ponpes Imam Syafi’i, Tanjung Pura
9.Kuta Cane, Aceh Tenggara
10.Masjid Al-Mukmin, Aceh Tamiang
11.Masjid Al Izzah, Aceh Utara
12.Ponpes Muhammadiyyah Gandapura, Biereuen
13.Aisiyah, Biereuen
14.Mushola An-Nur, Peusangan, Biereuen
15.LPTQ, Banda Aceh
             Mudah-mudahan program ini segera terwujud, sehingga shalat kaum muslimin di Indonesia tidak sia-sia.

Saturday, February 10, 2018

MENJADI MUSLIM TERBAIK

Sebagai pemeluk Islam, tak salah jika kita merenungkan tentang kualitas keimanan dan keislaman yang kita miliki saat ini. Bahkan, renungan seperti ini lazimnya selalu bergejolak dalam diri kita supaya mampu tampil menjadi yang terbaik di sisi Allah. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan. Karena, sering kali, mayoritas umat ini telah merasa cukup dan merasa puas terhadap ibadah yang telah dilakukannya. Atau, karena faktor lingkungan yang sudah terkondisikan sedemikian rupa, sehingga timbul rasa malas dan enggan untuk melakukan muhasabah atas keimanan dan keislaman yang bersemayam dalam hati kita.

Telah kita pahami, bahwa iman selalu mengalami pasang surut. Iman bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat. Oleh karena itu, Rasulullah memotivasi umatnya agar senantiasa memperbarui keimanan dengan cara menjalankan ibadah yang telah dianjurkan dalam Islam, yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Seorang muslim yang baik, seyogianya selalu meningkatkan kualitas ibadah yang dilakukannya. Rasulullah mengingatkan, "Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung." (HR. Bukhari).

Hadits di atas harus menjadi cambuk bagi kita untuk senantiasa giat beramal dan berupaya meningkatkannya setiap saat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika dalam salah satu ayat Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar kembali beriman. Perintah ini menunjukkan bahwa keimanan yang dimiliki orang-orang beriman masih memiliki banyak kekurangan serta kelemahan, sehingga harus senantiasa dibenahi dan ditingkatkan lagi agar lebih baik dari sebelumnya.

Bentengi Diri dengan Iman

Perkembangan teknologi akhir-akhir ini, menjadikan dunia yang amat luas di era globalisasi ini menjadi sempit, mengecil, dan terbatas. Perubahan ini tentu saja berdampak positif dan negatif bagi kelangsungan hidup seorang muslim. Dampak negatif dari perubahan dan pergeseran zaman mampu mengguncang, menggeser, dan mengikis habis nilai-nilai moral dan iman. Bahkan, lebih jauh dari itu dapat menghancurkan masa depan dan peradaban manusia.

Oleh karena itu, seorang muslim harus membentengi diri dengan keimanan dan keislaman yang kuat. Tanpa iman yang kokoh kehidupan seorang muslim akan terombang-ambing dan bisa berujung pada kehancuran. Iman adalah pelita, yang menjadi penerang dan petunjuk pada jalan yang lurus.


Menjadi Muslim Terbaik

Perjalanan waktu harus memiliki arah positif bagi kaum muslimin, yaitu bagaimana kita mampu tampil ke depan, menjadi sosok individu yang saleh, dan mampu menjadi teladan dan panutan bagi orang lain. Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, "Muslim bagaimana yang paling baik itu?" Rasul menjawab, "Yaitu seorang muslim yang membuat orang-orang muslim atau lainnya selamat dari gangguan, kejahatan lisan, dan tangannya." (HR Muslim).

Muslim terbaik sebagaimana ditegaskan hadits di atas adalah mereka yang mampu menjaga lisan, mampu menahan diri dan perbuatannya untuk tidak menyakiti orang lain, tidak menzalimi dan menganiaya makhluk ciptaan-Nya. Mereka adalah profil individu yang mampu menciptakan ketenangan, kedamaian, dapat melestarikan alam ciptaan Allah serta menjaganya dari kerusakan.

Seorang muslim sejati adalah mereka yang selamat di dunia dan akhirat dan mampu menyelamatkan orang lain. Rasulullah mengibaratkan kehidupan seorang muslim bak lebah, yang hanya menghisap sari pati bunga yang cantik nan harum semerbak, hingga hanya menghasilkan sesuatu yang besar manfaatnya bagi manusia, yaitu madu. Makna implisitnya, seorang muslim di mana pun dia berada dan kapan pun harus memberi manfaat bagi lainnya, tidak menjadi sampah dan parasit yang merugikan.

Muslim yang paling baik adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain. Kehadirannya selalu dinantikan, kebaikannya selalu diberikan kepada siapa saja tanpa pandang bulu, senang membantu yang susah tanpa pamrih. Karena itu orang selalu mendambakan dan selalu aman hidup bersamanya.
Dalam konteks lain, Rasulullah menjelaskan bahwa muslim yang baik adalah mereka yang panjang usianya kemudian banyak beramal salih. Hari demi hari selalu diisi dengan prestasi ibadah yang tiada henti. Di samping itu, Al-Qur’an telah menjelaskan secara jelas bahwa kriteria umat terbaik ialah mereka yang mampu menegakkan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah.

Maka, mari kita bangkit dari keterpurukan. Kita harus mampu tampil menjadi individu yang bermanfaat. Memiliki kasih sayang kepada makhluk ciptaan Allah, mampu menjadi panutan, menebar kebaikan, banyak beribadah, bertakwa kepada Allah, dan memiliki komitmen untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar.

TO BE THE BEST MUSLIM

As an adherent of Islam, it is not wrong to reflect on the qualities of faith and Islam we have today. In fact, such musings are usually always churning in us to be able to appear to be the best in God's sight. This is a necessity. Because, oftentimes, the majority of these people have felt enough and are satisfied with the worship he has done. Or, because of environmental factors that have been conditioned in such a way, so arises feeling lazy and reluctant to perform muhasabah for faith and Islam that reside in our hearts.

We have understood that faith always has its ups and downs. Faith increases with obedience and diminishes with immorality. Therefore, the Prophet motivated his people to always renew their faith by performing the worship that has been recommended in Islam, which is in accordance with the Qur'an and Sunnah.

A good Muslim, should always improve the quality of his worship. The Messenger of Allah reminded, "Whoever his charity today is worse than yesterday, then he cursed." Whoever is today is the same as yesterday, he is a loser, and who is better today than yesterday, then he is one of the lucky ones. " (Narrated by Bukhari).

The above hadith should be a whip for us to always do good deeds and try to improve it every time. Therefore, it is not surprising that in one verse Allah commands believers to return to faith. This command shows that beliefs belonging to believers still have many shortcomings and weaknesses, so it must always be fixed and improved again to be better than ever.

Fortify ourselves with Faith

Recent technological developments, making the vast world in this globalization era narrow, narrow and limited. This change certainly has a positive and negative impact on the survival of a Muslim. The negative effects of change and the shift of the times are capable of shaking, shifting, and eroding moral values and faith. In fact, further than that can destroy the future and human civilization.

Therefore, a Muslim must fortify himself with strong faith and Islam. Without a strong faith the life of a Muslim will be swayed and can lead to destruction. Faith is a lamp, a light and a guide on a straight path.


Being the Best Muslim

Time travel must have a positive direction for the Muslims, that is how we are able to come forward, become a pious individual figure, and able to be role models and role models for others. A friend once asked the Messenger of Allah, "What is the best Muslim?" The apostle replied, "That is a Muslim who makes Muslims or others safe from interruption, verbal evil, and his hands." (Muslim).

The best Muslims as asserted above hadith are those who are able to keep verbal, able to restrain themselves and their actions not to harm others, not to oppress and to persecute His creatures. They are profiles of individuals who are able to create tranquility, peace, can preserve the creation of God and keep it from harm.

A true Muslim is a survivor in the world and the hereafter and is able to save others. Rasulullah likens the life of a Muslim like a bee, which just suck the essence of a beautiful flower and fragrant fragrant flower, to produce only something of great benefit for humans, namely honey. The implicit meaning, a Muslim wherever he is and wherever should benefit others, does not become waste and harmful parasites.

The best Muslims are those who benefit others. His presence is always awaited, his kindness is always given to anyone indiscriminately, happy to help the hard unconditional. Because of that people always crave and always safe to live with him.
In another context, the Messenger of Allah (PBUH) explained that good Muslims are those who are old and then do good deeds. Day after day is always filled with unremitting worship performance. In addition, the Qur'an has clearly explained that the criteria of the best people are those who are able to establish amar makruf nahi mungkar and believe in Allah.

So, let us rise from adversity. We must be able to appear to be useful individuals. Having affection to God's creatures, able to be role model, spread goodness, worship a lot, be cautious to Allah, and have commitment to uphold amar makruf nahi mungkar.

Thursday, February 8, 2018

How do we defend the honor of the Prophet Muhammad?

By: Fahrur Mu'is, M.Ag

Lately Muslims are preoccupied by outside attacks that insult the Prophet Muhammad, either through cartoons, newspapers, books, movies, or other media. As Muslims, we are obliged to defend the honor of the Messenger of Allah. However, before that we first need to know who the people who insult the Prophet Muhammad SAW? This is important so that we can defend him in a proper and correct way.

At least, there are three groups of people who insult the Prophet.
1. The one who is jealous of him
2. The one who does not know who he is
3. Persons defamatory with the state and decline of Muslims

In a survey conducted by Dr. Raghib As-Sirjani as written in http://islamstory.com obtained data that:
29.7% of people insulted the Prophet for not knowing him,
35.5% because of envy to him, and
34.8% due to being fooled by the decline of the Muslims.

People who do not know him certainly not a few in number. Especially in the Western world.
As for those who are spiteful to the Messenger of Allah and Islam, so long ago this group has emerged. The Qur'an explains, "How many prophets have We sent unto the former peoples. And no prophet came to them but they always made fun of him. "(Az-Zukhruf: 6-7)
.
At the time of the Messenger of Allah, there were known names of characters who often insulted him like Abu Jahl, Al-Walid bin Al-Mughirah, 'Uqbah bin Abi Mu'ith, and An-Nadhr bin al-Harith.

As for how to defend the Prophet against the attacks of three classes are as follows:
1. People who are spiteful.
We must be firm with them by giving a stern warning, asking them to apologize to Muslims or even to expel and boycott them.
2. Fools
We must try to identify who the Messenger of Allah and what his teachings to them malalui various ways and media.
3. Those who are slandered by the decline of the Muslims
Muslims should strive together to advance in every aspect of life, both science, economics, politics, and morals.

THE LAST GOD'S LAST GODS

What's so good about being an end-time people? Then, what is also good to be the early people? Of course this is not our domain. We live in our own time. Every era, time, and time is a challenge for us, with its advantages and disadvantages.

One of the tough tests for the end-time people is that they will face various slander and disaster that will happen as the age of this world ages. Slander is like a broken beads. If one disaster has occurred, it will be followed by other disasters. Moreover, read my book titled FINAL DISASTERS. http://pts.com.my/index.php/buku/bencana-akhir-zaman/

However, there is also good and virtue compared to people who do not witness it. What is that? Worship in difficult times and occurrences of slander, rewards are enormous. Let us read the following words of the Prophet.

Ma'qil bin Yasar r.a. said, the Messenger of Allah. said: "Worship in times of chaos and slander, rewards like hijrah to me."

According to Muslim narrations, At-Tirmidhi, Ahmad, and Ibn Majah from Ma'qil bin Yasar: Worshiping in times of chaos of reward is like hijrah to me. "

Al-Munawi in Faydhul Qadîr (4/373) said, "Worship in times of turmoil, that is in the period of slander and chaotic case. Like hijrah to me that is in the case of many rewards. Or anyone thinks that people who emigrate in the first period are few because most people can not do it. Similarly, the worshipers of the slander also numbered little. Ibn al-Arabi said, 'The meeting point of the similarity with the hijrah is that in the early days, people fled from the land of kufr and its inhabitants to the land of faith and its inhabitants. If slander has occurred, it is incumbent upon everyone to run with his religion from slander to worship, and to avoid the slanderers and the circumstances. This is one of the forms of hijrah. So, worshiping in times of turmoil can melt past sins, like hijrah. '"

الدافع للكتابة


بقلم: ابو نجيب عبد الله محمد فخر المعز
قبل شهر، طلبت مني منظمة الحرم الجامعي في سولو أن أملأ منتدى صباح الخميس. وقالت اللجنة، والمواد بسيطة، وهي الدافع للكتابة. واستجابة للطلب، لا أستطيع أن أبتسم إلا لنفسي. هل صحيح أنني يستحق الكتابة الدافع؟ كم عدد الكتب التي أكتبها؟ أنا أعترف، والسؤال هو ما يجعلني ابتسم لنفسي.
على الأقل لدي بالفعل أربعة أعمال منشورة. بالإضافة إلى ذلك، لدي بعض المراجع جيدة جدا.
حسنا، ما ذكرته في الدراسة وأيضا هنا ورقة تم إنتاجها من قبل العلماء. أقول مثالا على ذلك:
- محمد بن جرير الثعباري، وهو قادر على كتابة ما يصل إلى 40 قطعة يوميا.
كتب الإمام البيهقي كتاب ألف جزء.
كتب الإمام أبو حاتم الرازي كتابه المسند الذي يصل إلى ألف جزء.
وقد كتبت إبن تيمية أكثر من 400 مقالة في مختلف التخصصات.
-سويوطي، الذي يطلق عليه اسم "أب الكتاب" وقد كتب ما يصل إلى ستمائة المقالات. يمكن قراءة البيانات في كتاب علوو الهمة، كتبه محمد المقدم.
ومن الواضح أنه يجعلنا جميعا متحمسين. مدى الإنتاجية التي يكتبونها. كيف المباركة كانت وقتهم. في الواقع، لم يكن هناك جهاز كمبيوتر، كمبيوتر محمول، والإنترنت. ثم، ماذا عنا الآن عندما مرفق كاملة؟ كم نكتب؟ لذلك، ليس هناك دافع أقوى وراء الدافع لنشر الحق. اكتب الآن!

WRITING MOTIVATION


By: Fahrur Mu'is

A month ago, a campus organization in Solo asked me to fill out a forum on Thursday morning. The committee said, the material is simple, namely the motivation to write. Responding to the request, I can only smile to myself. Is it true that I am worth writing motivation? How many books do I write? I admit, the question is what makes me smile to myself.

There was no cane root was finished. The saying goes that, personally I mean with no expert, I dare. At least I already have four published works. Plus, I have some pretty good references.

Well, what I have mentioned in the study and also here is a paper that has been produced by the scholars. I say just an example:

-Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, he is able to write as many as 40 pieces per day.

-Imam Al-Baihaqi wrote a book of one thousand juz.

-Imam Abu Hatim Ar-Razi wrote his book, Al-Musnad, as many as a thousand juz.

-Ibnu Taimiyah has written over 400 articles in various disciplines.

-As-Suyuthi, who is dubbed the "Father of the Book" has written up to six hundred essays. The data can be read in the book Uluwwul Himmah, the writings of Muhammad Al-Muqaddam.

Obviously it makes all of us unnerved. How productive they write. How blessed were their time. In fact, there was no computer, laptop, and internet. Then, what about us now when the facility is complete? How many do we write? So, there is no strongest motivation beyond the impulse to convey the truth. Write now!

Seminar Agar Shalat Tak Sia-Sia di 100 Kota

Tahun 2013 ini kami memiliki program untuk mengadakan seminar Agar Shalat Tak Sia-Sia di 100 kota di Indonesia. Alhamdulillah, selama ini kami sudah bekerjasama dengan berbagai lembaga, yayasan, dan ormas di berbagai kota, seperti: 
  1. Masjid Agung Sragen
  2. Masjid Agung Siemeulue, Aceh
  3. FKIP UNS
  4. FP UNS
  5. Masjid Sampangan, Solo
  6. Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, Kartasura
  7. Masjid Jami’ Bantul
  8. Masjid Nur Sulaiman, Banyumas.
  9. Masjid Darul Ihsan, Hamparan Perak, Medan
  10. Masjid Al-Jihad, Pematang Siantar, Sumut
  11. Masjid Sunnah Al-Muttaqin, Amplas, Sumut
  12. Tebing Tinggi, Sumut
  13. Padang Sidempuan, Sumut
  14. Masjid Muslimin, Medan
  15. Masjid An Nur, Binjai, Sumut
  16. Ponpes Imam Syafi’i, Tanjung Pura, Sumut
  17. Kuta Cane, Aceh Tenggara
  18. Masjid Al-Mukmin, Aceh Tamiang
  19. Masjid Al Izzah, Aceh Utara
  20. Ponpes Muhammadiyyah Gandapura, Biereuen, Aceh
  21. Aisiyah, Biereuen, Aceh
  22. Mushola An-Nur, Peusangan, Biereuen
  23. LPTQ, Banda Aceh     
Kami membuka kerjasama selebar-lebarnya kepada seluruh kaum muslimin di mana saja untuk mengadakan acara yang sama. Dengan seminar ini, kami berharap shalat kaum muslimin tidak sia-sia.