Total Pageviews
Search This Blog
Wednesday, October 7, 2009
BAGAIMANA SAYA MENULIS BUKU BEST SELLER?
Berikut ini adalah beberapa pengalaman saya dalam menulis buku yang, alhamdulilah, masuk kategori best seller di Indonesia. Judulnya: Agar Shalat Tak Sia-Sia (ASTSS). Definisi best seller di sini ialah terjual lebih dari 1000 eksemplar per bulan selama 6 bulan berturut-turut. Dan sekali lagi alhamdulilah, buku yang saya maksud tersebut, sejak terbit pertama, yakni Agustus 2007 hingga Agustus 2009 ini, terjual di atas standar best seller.
Lalu, bagaimana proses kreatif saya ketika menulis? Ini yang dapat saya tuliskan.
1. Baca buku-buku bestseller
Ini pertama yang saya lakukan ketika menulis buku Agar Shalat Tak Sia-Sia (ASTSS). Teringat waktu itu saya membaca buku: misteri shalat subuh, ESQ, kado pernikahan, tazkiyatun nafs, kaya tanpa bekerja, dll. Intinya, baca dan pelajari isi, bahasa, dan cara penyampaiannya.
Apa yang anda simpulkan setelah memelajari buku best seller? Banyak kesamaan yang ada dalam buku best seller. Yang pasti, bahasanya gampang dipahami. Tulisannya melibatkan (menyentuh emosi) pembaca. Pembahasannya dalam dan aplikatif. Praktikkan semua yang positif ketika Anda menulis.
Ini langkah pertama yang, bisa saja, setiap penulis punya cara berbeda. Minimal kita akan memiliki gambaran dan contoh nyata buku yang best seller itu bagaimana.
2. Pilih tema yang belum ada
Buku tentang shalat tentu sudah banyak sekali. Maka, waktu itu saya buat riset kecil-kecilan tentang tema shalat yang belum digarap. Ternyata, pembahasan yang membuat shalat seseorang sia-sia, menurut saya, belum ada. Memang ada tantangan, yaitu soal sulitnya mencari referensi. Di situlah kita harus benar-benar menghadirkan hal yang baru. Termasuk berani merumuskan sesuatu yang masih tercecer di mana-mana.
Resep ini terbukti manjur. Sebut saja buku Misteri Shalat Shubuh dan Malam Pertama di Alam Kubur yang best seller sepanjang masa. Tema tersebut waktu itu memang baru. Tentu saja penulisannya memakan banyak waktu. Tapi tidak masalah. Waktu itu, saya menghabiskan waktu 6 bulan untuk menulis buku ASTSS. Tak mengapa, karena kekuatan isi merupakan harga mati dalam penerbitan.
3. Sampaikan isinya kepada orang lain
Begitu buku ASTSS terbit, saya langsung menyampaikan ke orang-orang di sekitar saya. Saya terlibat langsung dalam menyebarkannya. Saya berinisiatif untuk mengadak bedah buku di mana-mana. Bahkan waktu itu saya pernah mengisi bedah buku dengan beberapa orang saja pesertanya. Tapi tidak masalah, karena dari situ akan muncul efek getok tular. Dari lisan ke lisan.
Tidak hanya di situ. Karena isinya dihajatkan banyak orang, dan lintas usia, maka saya merintis bagaimana buku tersebut dijadikan kajian rutin di masjid-masjid yang ada. Selama hampir setahun, saya mendapatkan jadwal rutin mengisi taklim di beberapa masjid dengan materi buku ASTSS. Di sisi lain, penerbit tentu saja mengiklankannya di majalah atau media informasi lainnya.
4. Ikhlas, berdoa, dan tawakal
Inilah sebenarnya spirit yang harus kita bangun sebelum yang lain. Dasari semuanya lillah ‘karena Allah’. Selalu iringilah usaha kita dengan doa, baik sebelum maupun sesudahnya. Kemudian, bertawakallah. Serahkan semua hasil akhirnya kepada Allah.
Tugas kita berusaha, yaitu dengan memenuhi syarat-syarat sebuah kesuksesan. Setelah itu hasilnya ada di tangan Allah. Banyak buku best seller, yang katanya, lahir tanpa disengaja. Maksudnya tanpa diprediksi akan laris dan menghasilkan berbagai ‘bonus’ di belakangnya.
Ini sedikit yang dapat saya sharing di sini. Saya masih ingat ada puluhan kiat lain yang pernah saya baca agar sebuah buku best seller. Tapi itu belum saya buktikan. Dan yang sudah saya buktikan adalah 4 tips sederhana ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment