Beberapa penerbit terkadang terperosok pada target penjualan sehingga menerbitkan buku asal-asalan. Per bulan terkadang dipatok 4 sampai 8 buku. Strategi tersebut masih perlu diukur. Banyak judul belum tentu dibarengi dengan banyak uang cash yang masuk. Bukan pula berarti agen tidak akan mereturn buku.
Sudah banyak penerbit yang mempraktikkan hal ini. Sudah cukup biaya yang digunakan untuk membayar pengalaman ini. Maka, solusi yang sudah terbukti adalah hanya menerbitkan buku terbaik, meski tak banyak. Tiga buku yang bagus dan laris, lebih baik daripada 6 buku yang tak jelas pasarnya.
Penerbit selama ini hanya melempar bola. Sangat jarang penerbit yang benar-benar tahu ke mana bola tersebut terlempar dan siapa yang menerimanya. Hanya menunggu respons yang tidak pasti bukanlah pola yang baik.
Maka tak heran jika rumus pasar mengikuti kualitas buku perlu dijadikan acuan. Jika buku bagus—segala-galanya—maka pasar juga akan bagus. Buku tersebut akan mudah terserap dan dicari oleh pembaca.
Tentu saja ‘semua yang serba bagus’ ini harus ditopang oleh semua bagian dalam penerbitan. Naskah yang akan diterbitkan harus disaring dengan ketat. Jika tidak layak, jangan dipaksakan. Bukan harus dibuang, tapi bisa saja dipending atau menunggu moment yang tepat. Pun demikian, bagian redaksi harus mati-matian mengolah dan mengemas naskah yang sudah dinilai layak diterbitkan. Tidak ada toleransi terhadap kesalahan. Penampilan jangan sampai membuat pambaca bosan. Demikian pula dengan bagian pemasaran, tugasnya tak kalah berat karena merupakan ujung tombak penerbit dalam penjualan.
Mengorbankan sedikit waktu demi hasil yang maksimal dan optimal bisa ditoleransi. Karena sudah maklum bahwa pembiayaan di depan itu lebih ringan daripada pembiayaan di belakang.
No comments:
Post a Comment