Total Pageviews

Search This Blog

Friday, September 23, 2011

Apakah Rasulullah Pernah Salat Fardhu Sendirian?

Berapa kali Rasulullah shalat fardhu sendirian dalam hidupnya? Ada yang tahu? Jika Rasulullah tidak pernah mencontohkan shalat fardhu sendirian, mengapa banyak kaum muslim yang shalat fardhu sendirian? 
Suatu kali seorang sahabat yang buta minta keringanan agar dibolehkan salat fardhu di rumah. Sebab, dia seorang yang buta, tidak punya penuntun, jalanan di Madinah banyak serangga beracun, dan hewan buas. Rasulullah bertanya, "Apa kamu dengar azan?" Ia menjawab, "Iya." Kata Rasulullah, "Jika begitu datanglah ke masjid." Maka, bagi kita yang tidak buta dan mendengar seruan azan, tidak malukah jika salat sendirian di rumah?
Meski sakit berat dan sempat pingsan 3 kali, Rasulullah tetap ingin shalat berjamaah. Beliau pernah datang ke masjid untuk shalat berjamaah dengan dipapah oleh dua orang. Tidak malukah kita yang sehat salat fardhu sendirian? 
Meski dalam keadaan perang, beliau tetap shalat jamaah. Hal ini pernah beliau lakukan sebanyak 10 kali. Lalu, apa alasan kita untuk melaksanakan salat fardhu sendirian?

JADI, JANGAN SHALAT SENDIRIAN!

Tuesday, September 20, 2011

Aku Rindu Naik Haji

Membaca hadis-hadis Rasulullah ini, membuat hatiku rindu naik haji. Siapa saja yang membaca tulisan ini, semoga berkenan mendoakan saya agar bisa terus-menerus mengerjakan haji dan umrah yang mabrur. Semoga juga judul tulisan ini bisa saya tulis menjadi sebuah buku, setelah saya menulis HAJI A-Z. Inilah di antara keutamaannya.

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa berhaji karena Allah, lalu tidak berkata jorok dan tidak berbuat maksiat, maka ia pulang dalam keadaan seperti baru dilahirkan oleh ibunya.”[1]
            Abdullah bin Kinanah bin Al-Abbas bin Mirdas meriwayatkan dari bapaknya bahwa bapaknya menyampaikan kepadanya, “Rasulullah saw. memohon ampunan dan rahmat bagi umatnya pada sore hari Arafah. Beliau memperbanyak doa, maka Allah menjawabnya, ‘Aku telah melakukan. Aku mengampuni umatmu kecuali orang yang menzalimi orang lain.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya Engkau mampu mengampuni orang yang zalim dan membalas orang yang dizalimi dengan apa yang lebih baik daripada kezalimannya.’ Sore itu tidak ada sesuatu kecuali itu. Ketika esok hari, di hari Muzdalifah, Nabi kembali berdoa untuk umatnya. Sesaat kemudian beliau tersenyum, maka sebagian shahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, bapak dan ibuku sebagai tebusanmu. Engkau tersenyum di saat-saat engkau tidak pernah tersenyum. Apa yang membuatmu tersenyum? Semoga Allah melanggengkan keceriaan dan kebahagiaanmu.’ Nabi menjawab, ‘Aku tersenyum karena musuh Allah yaitu Iblis, ketika ia mengetahui bahwa Allah mengabulkan permohonanku untuk umatku dan Dia mengampuni orang yang zalim, maka ia berteriak, ‘Celaka dan sialnya diriku.’ Ia menaburkan tanah ke wajah dan kepalanya, maka aku tersenyum karena kesedihannya’.”[2]
            Nabi saw. bersabda:
أَدِيْمُوْا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ اْلفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ كَمَا يَنْفِيْ الْكِيْرُ خَبْثَ الْحَدِيْدِ
“Terus meneruslah mengerjakan haji dan umrah. Sebab keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa, sebagaimana alat peniup pandai besi dapat membersihkan karat besi.”[3]
            Nabi saw. bersabda:
الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا قَبْلَهُ
“Haji itu menghapus apa yang sebelumnya.”[4]
Nabi saw. bersabda:
مَنْ أَتَى هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa mendatangi rumah ini, lalu tidak berbuat keji dan maksiat, maka ia pulang dalam keadaan seperti baru dilahirkan oleh ibunya.”[5]
            Nabi saw. bersabda, “Adapun keluarmu dari rumah menuju Baitul Haram, maka setiap tanah yang diinjak oleh kendaraanmu, Allah akan menuliskan untukmu sebuah kebaikan dan menghapuskan dosamu. Adapun wukufmu di Arafah, maka Allah turun ke langit dunia dan membanggakan mereka kepada para malaikat seraya berfirman, ‘Mereka adalah hamba-hamba-Ku. Mereka mendatangi-Ku dalam keadaan kusut dan berdebu dari segenap penjuru yang jauh. Mereka mengharapkan rahmat-Ku dan takut akan azab-Ku, padahal mereka tidak melihat-Ku. Lalu, bagaimana jika mereka melihat-Ku?’ Seandainya engkau mempunyai dosa sebanyak pasir yang menggunung, sejumlah hari-hari umur dunia, ataupun seperti tetesan hujan, maka Allah akan menyucikannya darimu. Adapun lemparan jumrahmu, maka ia disimpan pahalanya untukmu. Adapun pemotongan rambutmu, maka setiap helai rambut yang jatuh adalah bernilai satu kebaikan. Lalu jika engkau telah bertawaf di Baitullah, maka engkau telah terbebas dari dosa-dosamu seperti saat engkau dilahirkan oleh ibumu.”[6]
            Ibnu Hajar berkata, “Ia pulang dalam keadaan seperti baru dilahirkan oleh ibunya, yakni tanpa dosa. Zahirnya adalah ampunan terhadap dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil, ataupun dosa-dosa yang mengiringinya.”
            Sedangkan haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori oleh dosa sedikit pun. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh An-Nawawi.
            Al-Munawi berkata dalam Faydhul Qadîr (6/115), “Bersandar pada sabda beliau ‘Dalam keadaan seperti baru dilahirkan oleh ibunya’, yakni dalam kebebasannya dari dosa-dosa, di mana ia mencakup dosa-dosa besar dan dosa-dosa pengiringnya. Inilah pendapat yang dianut oleh Al-Qurthubi dan Iyadh, namun Ath-Thabrani mengatakan, ‘Ia berlakudalam kaitannya dengan kezalimanbagi orang yang bertaubat tetapi tidak mampu mengembalikannya.’”
            Masih menurut Al-Munawi dalam Faydhul Qadîr, “Balasan haji mabrur bagi pelakunya tidaklah terbatas pada dihapuskannya sebagian dosa-dosanya, lebih dari itu ia pasti akan masuk surga.”
            Beliau juga menuturkan, “Balasan haji mabrur bagi pelakunya tidaklah terbatas pada dihapuskannya sebagian dosa-dosanya, namun ia pasti akan masuk surga bersama rombongan orang-orang yang terdahulu atau tanpa azab. Jika tidak, maka setiap mukmin pasti akan masuk surga meski ia tidak berhaji.”[7]
            Aduhai, alangkah indahnya perjalanan ini. Ia dapat menghapuskan dosamu dan mengantarkanmu ke barisan terdepan menuju surga.


[1] HR Ahmad, Bukhari, Nasa'i, dan Ibnu Majah.
[2] HR Ahmad dan Abu Dawud. Ibnu Hajar berkata, "Abu Dawud meriwayatkannya maka hadis ini menurut pendapat Ibnu Shalah dan orang-orang yang sependapat dengannya adalah hasan. Begitu pula menurut jumhur, tetapi dengan melihat pada penggabungan jalan-jalan periwayatn yang lain, bukan dengan satu riwayat hadis ini saja." Hadis ini dinilai lemah oleh Al-Albani.
[3] HR Daruquthni dan Thabrani. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami', no. 253 dan Silsilah As-Sahihah, no. 1085.
[4] HR Muslim.
[5] HR Muslim.
[6] HR Ibnu Hibban dan Al-Bazzar. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami', no 1360.
[7] Faydh Al-Qadir, 3/406.

Saturday, September 17, 2011

DAHSYATNYA IBADAH UMAT AKHIR ZAMAN

Apa enaknya jadi umat akhir zaman? Lalu, apa juga enaknya menjadi umat awal zaman? Tentu saja ini bukan wilayah kekuasaan kita. Kita hidup pada masa kita masing-masing. Setiap zaman, waktu, dan masa adalah tantangan bagi kita, dengan kelebihan dan kekurangannya.

Salah satu ujian berat bagi umat akhir zaman adalah mereka akan menghadapi berbagai fitnah dan bencana yang akan terjadi seiring semakin tuanya umur dunia ini. Fitnah tersebut ibarat biji tasbih yang putus. Jika salah satu bencana telah terjadi, maka akan disusul oleh bencana-bencana yang lainnya. Selebihnya, baca buku saya yang bertajuk BENCANA AKHIR ZAMAN.  http://pts.com.my/index.php/buku/bencana-akhir-zaman/