Total Pageviews

Search This Blog

Friday, February 12, 2010

PELAJARAN DARI BUKU HISCA


(HISCA= Hari Ini Saya Ceramah Apa?: Buku Saya yang Terbit Pada Awal 2010)

Alhamdulilah, pada bulan Februari 2010 ini buku saya yang ke-sembilan sudah terbit. Judulnya: HISCA (HARI INI SAYA CERAMAH APA? Pegangan Praktis dan Cerdas bagi Santri Kota). Penerbitnya adalah MQS Bandung. Buku saya yang lain juga diterbitkan di sana, yaitu SYARAH HADITS ARBAIN AN-NAWAWI.

Pelajaran berharga yang saya ambil setelah buku tersebut terbit, setidaknya menurut saya, ada tiga, yaitu:

1.Ikhlaskan niat dalam menulis

Niat yang ikhlas akan membawa dampak yang luar biasa terhadap karya kita. Buku Hadits Arbain yang selalu diterima sepanjang masa, menunjukkan keikhlasan penulisnya, yaitu Imam Nawawi. Demikian pula dengan tulisan para ulama lainnya yang hingga kini masih banyak dicari dan dipelajari. Sebut saja kitab Fiqhus Sunnah, Bulughul Marom, Fathul Bari, Tafsir Ibnu Katsir, Al-Kaba'ir, dan sebagainya. Tanpa ketulusan dari penulisnya, sebuah buku tak akan luar biasa dan atau berumur lama.

2.Fokus

Banyak sekali ide penulisan yang berseliweran di kepala seorang penulis. Tapi, berapa banyak yang benar-benar menjadi buku. Maka, ketika ide tersebut muncul tiba-tiba, catat di tempat yang mudah Anda buka kembali. Setelah itu, pilih salah satu ide yang sangat kuat bergejolak dalam diri Anda untuk ditulis. Ingat, jangan Anda tulis semua dalam waktu bersamaan. Lebih baik satu ide ditulis hingga menjadi buku daripada banyak ide, tapi tidak ada satu pun yang rampung ditulis.

3.Singkirkan dorongan-dorangan sesaat

Dorongan sesaat yang saya maksud di sini ialah dorongan menulis untuk mendapatkan dunia. Misalnya ingin cepat terkenal atau ingin cepat kaya. Jika dorongan tersebut dituruti, maka akan berpengaruh terhadap karya yang akan kita tulis. Dahulu ada seorang penulis berinisial D E I F yang menawarkan naskah kepada sebuah penerbit Islam. Ternyata, naskah tersebut adalah hasil plagiat dari sebuah naskah yang sudah diterbitkan oleh penerbit lain. Inilah akibat jika dorongan dunia selalu dituruti, tanpa berpegang pada akhlak yang mulia: menghalalkan segala cara.

4.Cerdaskan umat

Secara umum ada dua hal yang biasa dilakukan oleh para penulis. Pertama, meluruskan pemahaman keliru yang tersebar di masyarakat. Kedua, meningkatkan ilmu dan pengetahuan umat. Prinsip dasar ini hendaknya selalu dipegang oleh siapa saja yang hendak menulis sebuah buku. Bisa juga ditambahkan yang ketiga, yaitu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh pembaca. Dalam perkembangannya, bisa juga dimasukkan konsep menghibur, bertutur, dan memotivasi. Namun demikian, prinsip mencerdaskan pembaca inilah yang tak boleh dilupakan oleh siapa saja.

Demikianlah sedikit pelajaran yang saya renungkan ketika buku saya yang kesembilan terbit. Semoga Allah memberkahinya, menjadikannya sebagai amal jariyah bagi saya, dan bermanfaat bagi semua. Amin ya Rabb.

Tuesday, February 2, 2010

PERLUKAH PENULIS MENAGIH ROYALTI?

Sudah maklum di dunia penerbitan bahwa penulis mendapatkan royalti dari bukunya yang diterbitkan dan dijual oleh penerbit. Jumlahnya beragam. Tergantung tawar-menawar antara penulis dan penerbit. Ada yang 7% hingga 15% dari harga jual. Tempo pembayarannya pun tak sama. Ada yang empat bulan, enam bulan, dan ada pula yang satu tahun. Itulah salah satu poin utama yang disepakati dalam perjanjian penerbitan.

Lalu, bagaimana fakta yang terjadi setelah perjanjian ditandatangani? Berikut akan saya klasifikasikan.

A. Penerbit yang ingkar janji

Penerbit yang ingkar janji juga ada. Artinya, ia sama sekali tidak melaporkan dan membayarkan royalti kepada penulisnya. Atau, bisa jadi penerbit hanya membayarkan di awal-awal saja, namun selanjutnya tidak ada laporan lagi.

B. Penerbit yang harus ditagih

Ada juga tipe penerbit yang tidak membayarkan royalti kepada menulis, kecuali setelah ditagih terlebih dahulu. Itu pun perlu perjuangan dari penulis dan usaha keras untuk mendapatkan haknya.

C. Penerbit yang molor bayar

Penerbit seperti ini juga ada. Jadi, bukannya ia tidak membayar, melainkan sering mundur waktunya. Alasannya bisa ini dan itu. Intinya, kurang profesional dan kurang memiliki itikad yang baik. Parahnya lagi jika hal itu tidak dikonfirmasikan kepada penulis, sehingga penulis hanya menunggu-nunggu tanpa kepastian.

D. Penerbit yang tepat janji

Ini adalah tipe penerbit yang memegang amanah dan sangat memperhatikan muamalah yang baik dengan penulis. Laporan dan pembayaran royalti diberikan kepada penulis sesuai dengan waktu yang disepakati dalam perjanjian.

Setidaknya, empat hal tersebutlah yang sesungguhnya terjadi di dunia penulisan dan penerbitan. Selama ini, banyak penerbit yang sering kali tidak segera melaporkan hasil penjualan, sebelum penulis mengingatkan dan menanyakannya kepada penerbit. Mengingatkan boleh saja, tapi itikad yang baik dari kedua pihak harus dijaga. Mengapa? Karena ketidakprofesionalan penerbit akan menimbulkan prasangka dalam hati penulis dan mengikis kepercayaan.

Maka, penulis tak boleh segan mengingatkan para penerbit yang belum membayarkan royaltinya, padahal sudah jatuh temponya. Tak hanya menagih, kalau perlu boleh menjewernya.